“jika memang dirimulah tulang rusukku, kau akan kembali
pada tubuh ini. Ku akan tua dan mati dalam pelukmu, untukmu seluruh nafas
ini....” (seluruh nafas ini – last child feat giselle)
Itulah sepenggal lirik yang
sedang mengalun di ipod gue. Seperti biasa, gue sedang mengerjakan tugas kuliah
ditemani lagu – lagu yang mengalun merdu dari ipod kesayangan gue. Ipod
lengseran dari abang gue, ipod yang udah mulai terlihat buluk namun begitu gue
sayang. Makalah tentang psikologi perkembangan harus rampung hari ini, dengan
kata lain gue harus lembur malam ini demi mengejar deadline. Bukan hal
baru lagi buat gue. Kata “lembur” mulai menjadi rutinitas yang harus dilalui
oleh gue, mau tidak mau. Apalagi sekarang gue sudah memasuki tingkat 3 akhir,
jurusan psikologi disebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta.
*Dert dert* ponsel gue
bergetar. Gue bergegas untuk mengambilnya dan melihatnya. “Ya del? Ada apa?”
tanya gue pada sahabat gue Adel yang berada diseberang telpon sana. “Kemana aje
lo? Gue smsin sampe 10 kali kagak dibales – bales!” sahut Adel penuh emosi.
“Santai cuy, gue lagi ngerjain tugas jadi ga sadar ada sms, lagian hpnya gue silent
jadi ga kedengeran hehe.” Jawab gue cengengesan. “Ahh lo mah kebiasaan deh!”
kata Adel memaklumi. “Hehe iya maaf cintoooo. Emang ada apa sih?” tanya gue
penasaran. “Ehh temenin gue dong nyari baju sekarang. Ya ya ya?” kata Adel
memberitahu tujuan utamanya. “What? Baju? Haduh nih bocah. Denger ya, gue
bukannya ga mau, tapi gue ga bisa. Tugas gue deadlinenya besok. Jadi gue
harus selese hari ini juga. Ngerti?” jelas gue panjang lebar. “Ahh elah ga seru
banget sih. Ya udah deh, semangat ya cintooooo. Takut ganggu deh. Bye.” Kata
Adel mengerti. “Sori ya, emang deh lo sahabat terbaik hehe. Oke, bye.” Sahut
gue. Telpon kami pun terputus sampe disitu.
“jika memang kau terlahir
hanya untukku, bawalah hatiku dan lekas kembali. ku nikmati rindu yang datang
membunuhku, untukmu seluruh nafas ini.” (seluruh nafas ini – last child feat
giselle)
Lagi – lagi lagu ini yang
terputar di ipod gue. Mungkin karena memang lagu di playlist gue dikit, jadi
lagu ini akan diputar terus menerus dalam waktu yang cukup singkat jaraknya.
Gue memang lagi suka sama lagu ini, sudah hampir 3 minggu lagu ini ada diplaylist
gue. Menurut gue makna lagu ini cukup dalam. Ketika seseorang yang pernah
lo cintai dan lo harapkan bisa kembali ke lo lagi, itu cerita dari lagu ini.
Lagu ini memiliki arti dan pengharapan sendiri buat gue.
***
“Ris ini yang nyari.” teriak
Anton dari luar kelas. “Hah? Siapa ton? Suruh masuk aja!” kata gue sambil
teriak. Mata kuliah ke2 baru saja selesai 5 menit yang lalu. Gue dan sahabat –
sahabat gue lagi asik mengobrol dikelas sambil menunggu dosen selanjutnya. “Hei
ris.” Sapa seseorang sambil menghampiri tempat duduk gue. “Rei!” kata gue
terkejut. “el...lo ngaa...pa...in.. diii.. siniii?” tanya gue terbata – bata.
“Gue kebetulan lagi ke Jakarta aja, trus inget sama lo, jadi ya pengen nengok
aja ke sini.” jawab cowok menjelaskan itu sambil tersenyum. “lo tau dari mana
kampus gue?” tanya gue mulai bisa menguasai diri kembali. “Kan lo pernah cerita
ke gue airis.” jawab cowok itu masih dengan senyumnya. “Tapi kan nyari kelas
gue susah, trus jadwal ngampus gue juga kan gak teratur. Kok lo bisa tau gue
disini?” tanya gue penuh heran. “hehe kalo yang itu mah gampang, udah gak usah
dipikirin.” jawab Rei. “ahemmmmm, kayaknya keberadaan kita mulai dilupaiin
nih.” kata Nina tiba – tiba. “ Tau nih, Ris kenalin dong, siapa sih?” kata Adel
menambahkan. “Oh iya gue lupa, Rei kenalin ini sahabat – sahabat gue, semuanya
kenalin ini Rei, dia....” kata – kata gue terputus, gue bingung harus
meneruskannya gimana, gue melirik Rei. “gue temen maennya Airis dulu” sambung
Rei. “Temen maen apa temen maen? Kok si Airis sampe diem kaku gitu. Haha.” Goda
Mita sambil melirik ke arah gue. Gue yang sadar akan kondisi yang memojokkan
ini, berusaha untuk tidak menanggapinya.
“Udah ah udah, gue sama Rei keluar dulu ya bentar. Ntar kalo udah ada
dosen sms gue, okeh?” kata gue sambil menarik Rei dan beranjak pergi. “Wooo
Airis kabur. Okeh sipp bos.” Kata Adel diikuti oleh tawa Mita, Nina, Ajeng dan
Gina.
Gue mengantar Rei ke kantin
kampus gue. “Lo tunggu gue disini dulu ya, gue masih ada satu mata kuliah lagi,
ga lama kok, soalnya dosennya minggu lalu bilang kalo hari ini cuma kuis dan
langsung boleh pulang setelahnya.” kata gue panjang lebar ke Rei. “Hehe sip
bos.” sahut Rei. Gue pun meninggalkan Rei dan bergegas kembali ke kelas gue.
Disepanjang perjalanan gue
kekelas, tiba – tiba ingatan tentang lima taun lalu terlihat jelas. Semua
kenangan – kenangan gue bersama Rei dapat gue rasakan kembali. Senang, sedih,
tawa, canda, bahkan sakitnya kembali bisa gue rasain. 2 tahun gue menjalani
hubungan dengan Rei. Dia yang mewarnai kehidupan gue selama 2 tahun itu.
Keadaan pun mulai tak terkendali ketika gue memasuki dunia perkuliahan. Dia
memilih untuk melepas gue dan pergi dari hidup gue. Pergi disaat gue memasuki
dunia baru dan disaat gue bener – bener membutuhkan dia. Dia memilih untuk
bersama orang lain, memilih untuk mewarnai hidup orang lain, bukan gue. Disaat
itu gue bener - bener berada diposisi terbawah, di tingkat frustasi tertinggi,
dan keputusasaan terbesar. Mengikhlaskan diri kita berada di keadaan yang bener
– bener kita tidak ingin kan adalah hal yang sangat sulit. Dan saat itu gue
harus melakukannya. Butuh waktu satu tahun lebih buat gue bener – bener bangkit
dan kembali ke keadaan awal. Butuh dukungan orang – orang terdekat buat gue
menyembuhkan luka terdalam yang gue alami. Butuh usaha besar buat gue melupakan
Rei, melepaskan Rei sepenuhnya dan pergi dari hidupnya. Tapi kini makhluk adam
itu muncul kembali ke hadapan gue dengan muka polosnya, dengan senyum manisnya
dan dengan sapaan hangatnya.
“lihatlah luka ini yang
sakitnya abadi, yang terbalut hangatnya bekas pelukmu, aku tak akan lupa, tak
akan pernah bisa, tentang apa yang harus memisahkan kita.” (seluruh nafas ini –
last child feat giselle)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar