Senin, 02 Januari 2012

Seluruh Nafas Ini - Cerpen [part 1]


“jika memang dirimulah tulang rusukku, kau akan kembali pada tubuh ini. Ku akan tua dan mati dalam pelukmu, untukmu seluruh nafas ini....” (seluruh nafas ini – last child feat giselle)

Itulah sepenggal lirik yang sedang mengalun di ipod gue. Seperti biasa, gue sedang mengerjakan tugas kuliah ditemani lagu – lagu yang mengalun merdu dari ipod kesayangan gue. Ipod lengseran dari abang gue, ipod yang udah mulai terlihat buluk namun begitu gue sayang. Makalah tentang psikologi perkembangan harus rampung hari ini, dengan kata lain gue harus lembur malam ini demi mengejar deadline. Bukan hal baru lagi buat gue. Kata “lembur” mulai menjadi rutinitas yang harus dilalui oleh gue, mau tidak mau. Apalagi sekarang gue sudah memasuki tingkat 3 akhir, jurusan psikologi disebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta.
*Dert dert* ponsel gue bergetar. Gue bergegas untuk mengambilnya dan melihatnya. “Ya del? Ada apa?” tanya gue pada sahabat gue Adel yang berada diseberang telpon sana. “Kemana aje lo? Gue smsin sampe 10 kali kagak dibales – bales!” sahut Adel penuh emosi. “Santai cuy, gue lagi ngerjain tugas jadi ga sadar ada sms, lagian hpnya gue silent jadi ga kedengeran hehe.” Jawab gue cengengesan. “Ahh lo mah kebiasaan deh!” kata Adel memaklumi. “Hehe iya maaf cintoooo. Emang ada apa sih?” tanya gue penasaran. “Ehh temenin gue dong nyari baju sekarang. Ya ya ya?” kata Adel memberitahu tujuan utamanya. “What? Baju? Haduh nih bocah. Denger ya, gue bukannya ga mau, tapi gue ga bisa. Tugas gue deadlinenya besok. Jadi gue harus selese hari ini juga. Ngerti?” jelas gue panjang lebar. “Ahh elah ga seru banget sih. Ya udah deh, semangat ya cintooooo. Takut ganggu deh. Bye.” Kata Adel mengerti. “Sori ya, emang deh lo sahabat terbaik hehe. Oke, bye.” Sahut gue. Telpon kami pun terputus sampe disitu.
“jika memang kau terlahir hanya untukku, bawalah hatiku dan lekas kembali. ku nikmati rindu yang datang membunuhku, untukmu seluruh nafas ini.” (seluruh nafas ini – last child feat giselle)
Lagi – lagi lagu ini yang terputar di ipod gue. Mungkin karena memang lagu di playlist gue dikit, jadi lagu ini akan diputar terus menerus dalam waktu yang cukup singkat jaraknya. Gue memang lagi suka sama lagu ini, sudah hampir 3 minggu lagu ini ada diplaylist gue. Menurut gue makna lagu ini cukup dalam. Ketika seseorang yang pernah lo cintai dan lo harapkan bisa kembali ke lo lagi, itu cerita dari lagu ini. Lagu ini memiliki arti dan pengharapan sendiri buat gue.

***

“Ris ini yang nyari.” teriak Anton dari luar kelas. “Hah? Siapa ton? Suruh masuk aja!” kata gue sambil teriak. Mata kuliah ke2 baru saja selesai 5 menit yang lalu. Gue dan sahabat – sahabat gue lagi asik mengobrol dikelas sambil menunggu dosen selanjutnya. “Hei ris.” Sapa seseorang sambil menghampiri tempat duduk gue. “Rei!” kata gue terkejut. “el...lo ngaa...pa...in.. diii.. siniii?” tanya gue terbata – bata. “Gue kebetulan lagi ke Jakarta aja, trus inget sama lo, jadi ya pengen nengok aja ke sini.” jawab cowok menjelaskan itu sambil tersenyum. “lo tau dari mana kampus gue?” tanya gue mulai bisa menguasai diri kembali. “Kan lo pernah cerita ke gue airis.” jawab cowok itu masih dengan senyumnya. “Tapi kan nyari kelas gue susah, trus jadwal ngampus gue juga kan gak teratur. Kok lo bisa tau gue disini?” tanya gue penuh heran. “hehe kalo yang itu mah gampang, udah gak usah dipikirin.” jawab Rei. “ahemmmmm, kayaknya keberadaan kita mulai dilupaiin nih.” kata Nina tiba – tiba. “ Tau nih, Ris kenalin dong, siapa sih?” kata Adel menambahkan. “Oh iya gue lupa, Rei kenalin ini sahabat – sahabat gue, semuanya kenalin ini Rei, dia....” kata – kata gue terputus, gue bingung harus meneruskannya gimana, gue melirik Rei. “gue temen maennya Airis dulu” sambung Rei. “Temen maen apa temen maen? Kok si Airis sampe diem kaku gitu. Haha.” Goda Mita sambil melirik ke arah gue. Gue yang sadar akan kondisi yang memojokkan ini, berusaha untuk tidak menanggapinya.  “Udah ah udah, gue sama Rei keluar dulu ya bentar. Ntar kalo udah ada dosen sms gue, okeh?” kata gue sambil menarik Rei dan beranjak pergi. “Wooo Airis kabur. Okeh sipp bos.” Kata Adel diikuti oleh tawa Mita, Nina, Ajeng dan Gina.
Gue mengantar Rei ke kantin kampus gue. “Lo tunggu gue disini dulu ya, gue masih ada satu mata kuliah lagi, ga lama kok, soalnya dosennya minggu lalu bilang kalo hari ini cuma kuis dan langsung boleh pulang setelahnya.” kata gue panjang lebar ke Rei. “Hehe sip bos.” sahut Rei. Gue pun meninggalkan Rei dan bergegas kembali ke kelas gue.
Disepanjang perjalanan gue kekelas, tiba – tiba ingatan tentang lima taun lalu terlihat jelas. Semua kenangan – kenangan gue bersama Rei dapat gue rasakan kembali. Senang, sedih, tawa, canda, bahkan sakitnya kembali bisa gue rasain. 2 tahun gue menjalani hubungan dengan Rei. Dia yang mewarnai kehidupan gue selama 2 tahun itu. Keadaan pun mulai tak terkendali ketika gue memasuki dunia perkuliahan. Dia memilih untuk melepas gue dan pergi dari hidup gue. Pergi disaat gue memasuki dunia baru dan disaat gue bener – bener membutuhkan dia. Dia memilih untuk bersama orang lain, memilih untuk mewarnai hidup orang lain, bukan gue. Disaat itu gue bener - bener berada diposisi terbawah, di tingkat frustasi tertinggi, dan keputusasaan terbesar. Mengikhlaskan diri kita berada di keadaan yang bener – bener kita tidak ingin kan adalah hal yang sangat sulit. Dan saat itu gue harus melakukannya. Butuh waktu satu tahun lebih buat gue bener – bener bangkit dan kembali ke keadaan awal. Butuh dukungan orang – orang terdekat buat gue menyembuhkan luka terdalam yang gue alami. Butuh usaha besar buat gue melupakan Rei, melepaskan Rei sepenuhnya dan pergi dari hidupnya. Tapi kini makhluk adam itu muncul kembali ke hadapan gue dengan muka polosnya, dengan senyum manisnya dan dengan sapaan hangatnya.

“lihatlah luka ini yang sakitnya abadi, yang terbalut hangatnya bekas pelukmu, aku tak akan lupa, tak akan pernah bisa, tentang apa yang harus memisahkan kita.” (seluruh nafas ini – last child feat giselle)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar