Jam 7.30
kami pun sampai di sebuah kafe di daerah jakarta selatan. Kami pun segera masuk ke kafe tersebut yang
cukup ramai malam itu. “Tuh meja kita yang di pojok sana.” kata Gina sambil
menunjuk sebuah meja yang sepertinya memang sudah dipesan sebelumnya. Kami pun
segera menuju meja tersebut. Setelah selesai memesan, datang seorang cowok
menghampiri meja kami. “Hei..” sapa cowok itu kepada kami. “Hei gung..” sapa Gina
membalas sambil bangkit dari bangkunya dan bercipika cipiki dengan cowok
tersebut. “Hei gung..” “hei gung..” “heii..” “agunggg..” sapa sahabat gue satu
per satu kepada cowok tersebut sambil bersalaman. “Ris kenalin ini Agung sepupu
gue, yang punya kafe ini. Gung kenalin ini yang namanya Airis.” Kata Gina
memperkenalkan gue dengan Agung. “Ohh ini yang namanya Airis, cantik ya,
pantesan hehe.” Kata agung sambil salaman dengan gue. “Hah? Maksudnya? Ehh kok
kalian udah pada kenal sih sama Agung gue doang yang belom?” tanya gue bingung.
“Lo sih kerjaannya nangisin sinetron mulu makanya ketinggalan kabar hahaha.” goda
Nina diikuti oleh tawa yang lain. “Kampret lo!” jawab gue keki masih dengan
perasaan heran. “Hehe. Thanks ya udah pada dateng di acara pembukaan kafe gue.”
Kata Agung sambil tersenyum. “Kita yang berterima kasih kali udah diundang ke
acara pembukaan kafe gede kayak gini.” sahut Adel disetujui oleh yang lain. “Gede?
Haha bisa aja. Yadah ya, gue tinggal dulu, mau nyambut tamu yang lain, pesen
aja apa yang kalian mau, enjoy ya guys.” kata Agung sambil meninggalkan
meja kami.
Gak lama
kemudian pesenan kami datang, kami pun menyantapnya sambil mengobrol santai. “Selamat
malam semua. Terima kasih atas kehadirannya. Terima kasih juga buat saudara
Agung yang udah mengundang dan memberikan kesempatan buat saya. Malam ini
adalah malam penentu buat saya. Apakah saya akan dikasih kesempatan atau tidak.
Bukan kesempatan buat kerja disini maksudnya, hehe” kata seseorang cowok diatas
panggung sambil diikut tawa para pengunjung. “tapi kesempatan untuk saya
memperbaiki kesalahan – kesalahan saya di masa lalu terhadap seorang wanita
yang sangat berarti buat hidup saya.” kata orang itu melanjutkan penjelasnya. “Untuk
yang pertama ini saya akan membawakan sebuah lagu dari Last Child dan Giselle,
judulnya seluruh nafas ini. Lagu ini adalah lagu kesukaan dia, menurut gosip
yang bererdar, tiga minggu terakhir lagu ini selalu ada di playlist ipodnya dan
selalu diputar – putar. Ya emang lagu ini cocok banget buat gue kasih ke dia. Udah
ah gak usah panjang lebar, langsung aja, semuanya selamat mendengarkan.” Kata cowok
itu mengakhiri penjelasannya. Mendengar penjelasan itu gue langsung memutar
badan karena posisi gue membelakangi panggung, gue kenal dengan baik suara itu
dan ingin memastikan siapa sumber suara itu. Gue pun melihat sosok yang bener
gak asing lagi buat gue. Seorang cowok memakai jas dengan celana panjang jeans,
duduk diatas kursi dengan menggenggam gitarnya dan siap untuk menyanyi, Rei. Ya
itu Rei. Seketika jantung gue rasanya berhenti berdetak, dada gue sesak, dan
air mata gue pun menetes karena tak tertahan lagi.
Rei mulai
bernyanyi sambil memainkan gitarnya. Dia benar – benar menghayati tiap lirik
yang dia keluarkan dari mulutnya. Kadang – kadang ia memejamkan matanya, kadang
dia menatap sekeliling dengan tatapan kosong. Tergambar dengan jelas kesungguhannya. Melihat
itu, air mata gue tambah tak terbendung lagi. Sepanjang Rei menyanyikan lagu
itu, air mata gue menetes dengan derasnya. Di akhir lirik lagu itu Rei menatap
gue dalam – dalam. “Sana Ris jemput Rei lo.” Bisik Adel yang tiba – tiba berada
disamping gue sambil merangkul gue. Gue merangkul Adil balik dengan kuatnya
sambil menangis.
“Ris gue
sayang sama lo. Gue tau kesalahan gue banyak banget ke lo dan itu semua
kesalahan yang besar. Gue butuh lo ris, gue bener – bener butuh lo disamping
gue kayak dulu. Gue gak minta kesempatan kedua, karena ini bukan yang kesalahan
gue yang kedua tapi kesalahan gue yang kesekian kalinya, makanya gue minta
kesempatan untuk yang kesekian kalinya dari lo. Tapi semua tergantung lo ris,
kalo lo emang gak mau dan gak bisa ya gapapa, mungkin emang gue gak pantes buat
ngedapetinnya. Gue janji gak bakal ganggu lo lagi kok ris setelah ini kalo
emang itu yang lo mau dari gue.” kata Rei yang tiba – tiba berada di sebelah
gue. Gue langsung bangkit dari duduk gue dan merangkulnya, “gue gak bakal
ngelepas lo lagi Rei. Gue kangen”. “Gue juga.” balas Rei sambil mengecup kening
gue. Tiba – tiba seluruh orang di kafe itu bertepuk tangan. Gue baru sadar kalo
saat itu gue ditempat umum dan seluruh mata memperhatikan gue dan Rei. “Rei
malu.” bisik gue ke Rei. “Hehe gapapa, biar seru ceritanya.” jawab Rei. “Makasi
semua buat doanya.” kata Rei sambil tersenyum kepada seluruh pengunjung.
Acara makan
pun kami lanjutkan, kali ini ditambah dengan Rei dan Agung. Kami saling berbagi
cerita. Dan sahabat – sahabat gue pun membuat pengakuan mereka. Mereka mengaku
kalo acara ini adalah rencana yang mereka susun. Agung yang sepupu Gina, sang
pemilik kafe ternyata adalah sahabat baik Rei. Dari cerita Agung, sahabat –
sahabat gue mengetahui usaha keras Rei untuk mencari gue dan mereka pun
bersedia untuk membantu. “Rei awas lo kalo nyakitin si Airis lagi, lo bakal
berurusan sama kita berlima, ya gak temen – temen?” ancam Adel bercanda. “Bener
banget!” sahut keempat sahabat gue yang lain dengan kompak. “Bukan berlima tapi
berenam sama gue.” sahut Agung yang diikuti oleh tawa yang lain. “Siap boss. Hehe.”
Jawab Rei sambil merangkul gue. Gue hanya tersenyum melihat ulah mereka semua.
Pulangnya gue
dianter Rei sampai depan rumah. “Makasi ya udah ngaterin sampai rumah.” kata gue
kepada Rei ketika mobilnya sudah berhenti di depan rumah gue. “Sama – sama. Makasi
ya buat semuanya. Gue sayang lo cil, sayang banget.” Kata Rei sambil mengecup
kening gue.
”dan ini
yang terakhir aku menyakitimu, ini yang terakhir aku meninggalkanmu, takkan ku
sia-siakan hidupmu lagi” (seluruh nafas ini – last child feat giselle)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar